Memotivasi DIRI SENDIRI saat BELAJAR

MOTIVASI BELAJAR tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi. Yuk, ikuti tips-tips berikut untuk meningkatkan motivasi belajar kita:

  • Bergaullah dengan orang-orang yang senang belajar
    Bergaul dengan orang-orang yang senang belajar dan berprestasi, akan membuat kita pun gemar belajar. Selain itu, coba cari orang atau komunitas yang mempunyai kebiasaan baik dalam belajar. Bertanyalah tentang pengalaman di berbagai tempat kepada orang-orang yang pernah atau sedang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, orang-orang yang mendapat beasiwa belajar di luar negeri, atau orang-orang yang mendapat penghargaan atas sebuah presrasi.
    Kebiasaan dan semangat mereka akan menular kepada kita. Seperti halnya analogi orang yang berteman dengan tukang pandai besi atau penjual minyak wangi. Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi, maka kita pun turut terciprat bau bakaran besi, dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi, kita pun akan terciprat harumnya minyak wangi.
  • Belajar apapun
    Pengertian belajar di sini dipahami secara luas, baik formal maupun nonformal. Kita bisa belajar tentang berbagai keterampilan seperti merakit komputer, belajar menulis, membuat film, berlajar berwirausaha, dan lain lain-lainnya. 
  • Belajar dari internet
    Kita bisa memanfaatkan internet untuk bergabung dengan kumpulan orang-orang yang senang belajar. Salah satu milis dapat menjadi ajang kita bertukar pendapat, pikiran, dan memotivasi diri. Sebagai contoh, jika ingin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris, kita bisa masuk ke milis Free-English-Course@yahoogroups.com. 
  • Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikiran positif
    Di dunia ini, ada orang yang selalu terlihat optimis meski masalah merudung. Kita akan tertular semangat, gairah, dan rasa optimis jika sering bersosialisasi dengan orang-orang atau berada dalam komunitas seperti itu, dan sebaliknya  
  • Cari motivator 
Kadangkala, seseorang butuh orang lain sebagai pemacu atau mentor dalam menjalani hidup. Misalnya: teman, pacar, ataupun pasangan hidup. Anda pun bisa melakukan hal serupa dengan mencari seseorang/komunitas yang dapat membantu mengarahakan atau memotivasi Anda belajar dan meraih prestasi.

SELAMAT TERMOTIVASI!!!
»»  READ MORE...

Ketulusan Cinta



Cerita yang ke-3...SELAMAT MEMBACA!!!

            Pagi hari di suatu sekolah, masa-masa pembelajaran telah dimulai. Terlihat di depan gerbang 2 siswa dan siswi sedang berlari menuju kelasnya. Steven, anak berumur 17 tahun yang cukup terkenal di SMA Cipta Jaya berlari bersama Winda, yang juga berumur 17 tahun, tetapi anaknya sangat pendiam. Setibanya mereka di kelas, mereka ditertawakan semua temannya di kelas. Bu Jihan, guru Kimia yang sedang mengajar di kelasnya, hanya bisa menggelengkan kepala, “Terlambat kok setengah jam! Sekarang kalian saya hukum, hormat bendera 30 menit! Cepat!” Dalam riuh penuh tawa, Steven dan Winda hanya bisa diam dan menunduk. Winda sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu.
            Saat Steven dan Winda hormat di tengah lapangan, Steven mulai angkat bicara.
            “Ehm…pagi, Win!” Sungguh kagetnya Winda yang pendiam disapa oleh Steven yang terkenal di sekolah. Dengan gugup dia menjawab, “Pagi..”
            “Kamu tahu nggak, aku sering perhatiin kamu lho di kelas. Tingkahmu lucu!” Sambil tetap hormat pada bendera.
            Winda tak tahu apakah itu memuji atau mengejek, tapi pandangannya tetap ke arah bendera.
            “Ma..makasih!”
            “Kamu mau kan, nanti malan aku ajak jalan-jalan?”
            “Ehm…Maksud kamu?!”
            “Iya, aku itu..ehm, aku…aku suka sama kamu.”
            Begitu kagetnya Winda, sampai-sampai Steven menunggu lama jawaban dari Winda.
            “Win..Winda??Win?”
            “Eh..oh..ehm, apa?” Winda tetap mengarahkan pandangannya di depan tiang bendera sambil tubuhnya bergetar.
            “Kamu mau kan nanti malem jalan sama aku, Win?”
            “Mau” dengan cepatnya Winda menjawab. Apa yang sudah aku katakan, aku mungkin hanya akan dipermalukan olehnya. Aku hanya dipermainkan. Memang aku anak yang cukup pendiam, tapi aku bisa melihat orang itu jujur atau tidak, pikir Winda. Saat Winda mulai tenang, dia balik bertanya pada  Steven.
            “Stev, kamu sungguh-sungguh kan mengajakku jalan nanti malam?”
            “Ya jelas dong, Win. Kenapa kamu bertanya sep..” jawaban Steven terpotong dan langsung disahut oleh Winda.
            “Dan satu lagi, kenapa kamu bisa suka sama aku?”
            “Aku sudah yakin kau pasti akan menanyakannya.. Tunggulah jawabannya esok hari, dan kamu pasti akan mengetahuinya sendiri.”
Dan mereka pun dalam keadaan terdiam, sampai hormat kepada bendera telah usai.





            Matahari sudah mulai turun. Langit berwarna kekuningan berganti menjadi gelap gulita. Suasana malam telah menunggu Winda untuk bersiap diri. Winda masih kebingungan apa yang harus dia lakukan. Winda masih tetap takut dengan bayangannya sendiri. Dia takut jika nanti dia hanya dipermalukan oleh Steven. Tapi dari tatapan Steven yang sempat Winda lirik saat mereka dihukum, adalah tatapan yang sangat tulus.
Tapi sekarang, adalah saat-saat yang paling mendebarka yang pernah Winda rasakan. Winda belum sempat menceritakan semua itu pada orang tuanya. Akhirnya, Winda putuskan untuk membatalkan rencana malam itu. Dia langsung mengambil handphone-nya dan mengetik SMS pada Steven. Dan SMS-nya telah terkirim. Beberapa menit kemudian, ada balasan masuk dari Steven. Winda langsung membukanya “Memang sulit untuk kamu mempercayai orang sepertiku. Tapi aku tetap akan menunggumu…” Agak sedikit lega Winda membaca SMS itu. Tapi setelah membaca kalimat kedua, jantung Winda bedetak dengan kencang. Apa yang Steven sukai dari sosok seperti aku, Tanya Winda dalam hati. Tanpa berpikir panjang lagi, Winda langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dan berusaha melupakan hal-hal yang telah terjadi. Saat dia bersama Steven.






            5 tahun kemudian…

            TIT-TIT….TIT-TIT
            Bunyi pesan masuk berbunyi. Winda langsung merogoh sakunya dan melihat isi pesan masuk tersebut. Isinya tetap sama, “Win, maukan kamu nanti malam jalan sama aku?” bertanda Steven. Cukup risih sebenarnya Winda saat menerima SMS tersebut dari Steven. Memang sudah lama mereka tidak pernah saling bertemu. Dan saat Steven mengirim SMS itu, Winda selalu menolaknya dengan alasan dia masih belum siap. Balasan dari Steven masih tetap sama, “Memang sulit untuk kamu mempercayai orang sepertiku. Tapi aku tetap akan menunggumu…”
            Tapi akhir-akhir ini, dia sudah ganti nomor telepon tiga kali. Tapi tetap saja Steven masih bisa mengetahui nomor teleponnya, entah dari mana dia bisa mengetahuinya. Setiap pagi hari Steven selalu mengirim SMS itu kepada Winda. Karena Winda sudah mulai risih, akhirnya dia tidak menjawab SMS itu. Tiba-tiba seseorang mengagetkan Winda dari belakang.
            “Hai, Win. Lagi sms-an sama siapa, tuh?” Indah, teman kuliah Winda.
            “Nggak, bukan siapa-siapa kok.”
            “Halah, tetap dari si Steven itu kan?”
            “Iya,” akhirnya Winda jujur.
            “Mendingan kamu terima aja permintaannya, jarang banget lho ada orang yang masih setia sama temennya selama 5 tahun! Nggak ada malahan.”
            Mendengar kata ‘setia’, Winda langsung merasakan waktu berhenti. Benar juga kata Indah, mengapa Steven masih menungguku sampai selama ini? Apakah benar dia setia sama aku, kata Winda dalam hati. Akhirnya, Winda langsung menjawab SMS dari Steven, “Oke, aku tunggu kamu di depan rumahku setelah waktu Maghrib.” Terkirimlah SMS dari Winda tersebut.






            Malam pun tiba. Suara klakson mobil tedengar 2 kali. Winda melihat dari jendela kamarnya. Semoga ini bisa berakhir dengan baik, harap Winda. Setelah berpamitan dengan orang tuanya, Winda langsung keluar rumah dan menghampiri mobil Steven.
            “Duduklah di depan.” pinta Steven.
            “Nggak, ah. Aku mau duduk di belakang.” kata Winda datar.
            “Kenapa aku nggak boleh masuk ke rumahmu?”
            “Orang tuaku melarangmu masuk ke rumahku” kata Winda berbohong. Tanpa basa-basi Winda langsung membuka pintu mobil bagian belakang. Dalam perjalanan mereka hanya diam satu sama lain. Akhirnya, Winda langsung membuka pembicaraan.
            “Ehm, kita mau ke mana?”
            “Sebentar lagi sampai kok” Akhirnya, Steven memarkirkan mobilnya di sebuah restoran yang cukup besar. Di sana, Steven sudah memesan 2 tempat duduk dan 1 meja. Seteah memesan makanan, akhirnya Steven mulai bicara.
            “Win, kamu masih ingat gak, saat kita dihukum hormat bendera?” Tanya Steven agak santai.
            “Ingat. Saat itu kamu bilang kalau kamu suka sama aku, kan?” Winda juga bisa mengikuti arah pembicaraan Steven.
            “Perasaan itu masih ada sampai sekarang, Win.”
            Winda akhirnya tidak bisa menjawab. Beribu pertanyaan muncul di benak Winda. Hanya 1 pertanyaan yang bisa terlontar dari mulutnya.
            “Aku dulu orangnya pendiam banget, sedangkan kamu siswa yang cukup terkenal di SMA kita dulu. Bagiku, kamu adalah orang yang sempurna, bisa mempunyai segalanya, apapun permintaanmu, pasti akan terkabul. Tapi kenapa, kenapa kamu bisa memilih orang yang, justru gak bisa berharap untuk memilikimu!?” karena restoran di sana masih sepi, nada bicara Winda sedikit meninggi.
            “Itulah yang ingin aku jawab. Dulu kau pernah bertanya, kenapa aku bisa suka sama kamu? Kadangkala saat kita mencari kesempurnaan, yang kita dapat kemudian kekecewaan. Tetapi kala kita siap dengan kekurangan, maka segala sesuatunya akan terasa istimewa….Itulah yang aku rasakan saat bersamamu, Win.”
            Saat itu Winda ingin menitikkan air matanya. Steven telah menumbuhkan ketulusan cintanya pada Winda. Dan di saat itulah Winda menerima ketulusan cinta Steven dengan sangat ikhlas. Malam yang paling berharga yang pernah Winda rasakan, yang ingin diucapkan oleh Steven 5 tahun yang lalu, karena Winda mengira Steven hanya ingin mempermainkannya. Tetapi Winda salah besar, bahwa arti dari Kesempurnaan itu bukanlah mencari yang lebih sempurna, tetapi arti dari Kesempurnaan yang benar adalah kekurangan seseorang dilengkapi dengan kelebihan seseorang, maka pasangan itu adalah Kesempurnaan yang paling sempurna, dan kesempurnaan itu akan abadi untuk selamanya.

~SELESAI~
»»  READ MORE...

LET’S GO GREEN



Cerita ini adalah cerita ke-2 yang saya buat setelah Motivasi Seorang Ibu  SELAMAT MEMBACA!! ^0^b

            Pagi yang cukup cerah, mengawali segala aktivitas makhluk hidup, khususnya manusia. Angin sepoi-sepoi membawa dedaunan yang sudah kering berjatuhan. Terdengar seorang anak sedang bergegas untuk berangkat sekolah.

“Bu, aku berangkat sekolah dulu, ya!”
            “Sudah sarapan tho, le?”

            “Sudah, Bu. Assalamu’alaikum.”

            Wa’alaikumsalam

            Hasan pun berangkat dengan sepedanya. Ibu Hasan keluar dapur untuk menghantarkan keberangkatan Hasan. Dilihatnya, hanya ada sepiring makanan di meja makan. Itu sarapan Hasan. Ibu hanya tersenyum.

            “Kau masih sempat-sempatnya menahan laparmu hanya untuk adikmu, hanya untuk keluargamu. Aku bangga terhadapmu, Nak. Dan kau mempunyai masa depan yang sangat indah, ibu tau itu.” Kata Ibu dalam hati.

            Adik Hasan yang berumur 6 tahun juga mau berangkat sekolah. “Ibu, aku berangkat ya!”

            Nduk, sarapan dulu, gih. Baru nanti Ibu anter berangkat sekolah”
            “Ya, Bu”

            Keluarga Hasan bisa dibilang keluarga yang miskin. Ayahnya sudah lama meninggal karena sakit paru-paru. Jika hari minggu, Hasan sering membantu ibunya berjualan di pasar. Pendapatan ibunya pun sangat sedikit. Sampai hari ini, Hasan rela tidak sarapan untuk adiknya, yang berselisih umur dengannya 7 tahun. Hasan kelak akan menjadi pemimpin yang selalu peduli dengan rakyatnya, atau mungkin mempunyai rasa cinta pada sekitarnya, pikir ibu Hasan. Impian ibu Hasan akhirnya terwujud. Hasan sangat peduli dengan lingkungan sekitarnya. Jika dia melihat sampah, dia bertekad untuk ingin membuangnya. Walaupun dia tidak mempunyai banyak waktu, dia tidak kekurangan akal. Dia mengajak warga-warga sekitar untuk membuang sampah bersama di tempatnya. Setelah selesai, baru dia bisa melanjutkan aktivitasnya. Tidak jarang juga dia mengingatkan orang sekitar yang seenaknya membuang sampah sembarangan, bahwa akibat buruk yang terjadi akibat membuang sampah tidak pada tempatnya.

 Masya’allah, sepuluh menit lagi pelajaran dimulai, nih. Gawat!”

Hasan mengayuh sepedanya dengan kencang. Karena masih pagi, jalanan cukup sepi. Hasan bisa bebas mengayuh sepedanya sekencang apapun. Di lampu merah, Hasan menemui sahabat karibnya, Johan,  sejak mereka duduk di kelas 4 SD.

            “Bagaimana pagimu, San?”
            “Ada anak kecil buang sembarangan, nih. Kalau kamu gimana, Han?”
            “Ya seperti biasa, banyak sampah plastik berkeliaran dimana-mana. E-e-eh, dah hijau tuh lampunya. Go fighting!!”
            Go fighting!!” kata Hasan mengulangi. Mereka pun terus-menerus mengayuh sepedanya dengan kencang. Sampai di gerbang..
            “Huft, lebih cepat 3 menit dari perkiraanku”

            “Capek, yah.” Nafas berat keluar dari mulut mereka. Setelah memasuki gerbang, mereka menemui Pak Dono, salah satu Satpam sekolah Hasan.
            “Selamat pagi, Pak Dono!!” salam kami bersamaan

            “Pagi. Cepet masuk sana. Aku lihat Bu Fatimah udah mau masuk kelasmu. Oh ya..” Saat Pak Dono menoleh ke arah mereka, mereka sudah menghilang.

            “Permisi…permisi ya..eh, maaf..permisi” Begitu cepat mereka meliuk-liuk diantara banyak kerumunan siswa-siswa. Saat berada 20 m dari kelasnya, Bu Fatimah sudah ada 5 m dari kelas. Dia menoleh ke arah Hasan dan Johan yang sedang berlari. Dia hanya menggeleng.
            “Maaf, Bu. Kami terlambat lagi. Insya’allah kami tidak akan mengulanginya, Bu.”

            “Ibu tahu kenapa kalian terlambat. Jika kamu masih terlambat lagi, jangan mengucapkan kata Insya’allah lagi. Mengerti?”

            Sedikit agak kebingungan, Hasan menjawab dengan ragu-ragu. “Ba…baik Bu”

            Mereka akhirnya masuk kelas dengan kepala menunduk.





            Sore hari setelah mandi, Hasan pergi ke halaman rumahnya dan menyapu halaman. Setiap hari memang banyak warga yang melihat Hasan menyapu, dan tidak jarang juga mereka ikut membantu menyapu halaman rumah mereka masing-masing. Lama-kelamaan, aktivitas kampung Hasan berubah. Setiap sore mereka selalu membersihkan sekeliling kampung, seperti menyapu. Dan jika hari Minggu, warga-warga, dari anak kecil sampai orang dewasa, mengikuti kerja bakti bersama, seperti membersihkan jamban, membuang sampah yang berserakan di jalan atau di sungai, menanam tumbuhan segar nan hijau, dan lain sebagainya. Kata para warga, semua ini berkat tumbuhnya anak yang mampu merubah kampung itu menjadi bersih dan indah, tidak lain yaitu Hasan.

Di Kampung Johan, juga tidak kalah hebatnya. Kampung mereka memberikan penghargaan atas Johan yang mampu mengubah sikap para warga untuk selalu mencintai lingkungan mereka. Harapan Hasan dan Johan adalah, “Jika kita dapat menghijaukan bumi ini, maka bumi juga akan menghijaukan jiwa kita”. Dan pekerjaan merekapun tidak sia-sia.





            “Jadi, kesimpulan dari acara pagi hari ini adalah, sesungguhnya manusia & lingkungannya itu mempunyai hubungan timbal-balik yang begitu erat, layaknya kita bercermin. Jika kita menyakiti atau merusak lingkungan kita, maka lingkungan kitapun akan mencerminkan sifat kita tersebut. Terimakasih”

            Tepuk tangan yang meriah langsung memenuhi kelas Hasan dan Johan. Mereka diberi tugas untuk mempresentasikan tugas yang berhubungan dengan Alam. Tidak hanya kebersihan lingkungan yang mereka bicarakan, tetapi juga ilmunya yang bertambah tentang maraknya Global Warming menuntun mereka untuk membicarakan dan mengatasi hal tersebut. Berbagai upaya telah dikerahkan oleh klub yang Hasan buat & ketuai, yaitu Klub ‘Hijaukan Bumi Ini!’, untuk mencegah dan mengurangi polusi udara. Tapi banyak juga yang kontra akan pelaksanaan tugas tersebut, yaitu mengganggu jadwal sekolah, selalu dimarahi orang tua, tidak mendapatkan upah, dan hal lain yang akhirnya membuat Klub tersebut dibubarkan. Sungguh lelahnya Hasan & Johan membuat orang sadar akan pentingnya penghijauan di bumi ini

            “Sampai sinikah perjuangan kita, San?” Tanya Johan menyerah sambil bersandar di kursi kelas

            “Nggak bisa, Han. Kita masih bisa melakukannya. Walau dengan tangan kita sendiri.”

            “Aku akan membantu kalian!” Hasan dan Johan menoleh. Siska, teman sekelas mereka yang cukup pendiam dan pintar, tiba-tiba mengubah suasana menjadi penuh keheranan.
            “Siska!?” Johan terheran-heran.

            “Kenapa, kaget? Aku ingin mempunyai banyak teman seperti kalian. Mungkin dengan mengikuti klub ini, aku bisa bergaul dengan teman-teman yang lain dan, tentunya membuat impian klub ini menjadi kenyataan.”

“Kami akan menerimamu dengan senang hati, betulkan, Han!?” Tanya Hasan girang.
“I-i..iya. Dengan senang hati..” Johan tetap heran.

“Trimakasih..aku ingin membuktikan pada mereka aku, ehm..maksudku kami dapat membuat klub ini sukses.”

            “Kalau begitu, kita harus membuat nama klub baru, dan visi-misi klub yang baru. Dan semoga aja pengalaman dulu tak terulang kembali.” Kata Hasan semakin semangat.
            “LET’S GO GREEN! Itu nama yang keren untuk klub kita!” Johan memberi usul.
            “Boleh juga! Aku sudah memikirkan rencana awal nih, buat klub kita!” Siska menjawab.

            “Gimana?”
            Akhirnya istirahat mereka diganti dengan keseriusan membuat rencana demi rencana, agar klubnya bisa berhasil kembali menyadarkan dunia pentingnya kebersihan lingkungan bagi kehidupan..




            Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun, klub yang telah diberi nama ‘LET’S GO GREEN’ telah meraup banyak anggota, dari kalangan anak SD sampai teman-teman SMA-nya. Walaupun Hasan, Johan, dan Siska telah berbeda sekolah, tetapi mereka sering berkumpul untuk membahas bersama kelanjutan dari Klub LET’S GO GREEN tersebut. Hari ini, mereka sepakat untuk membahasnya di rumah Siska.

            “Sis, bagaimana laporan minggu ini?”

            “Ehm, sebentar” dia membuka tasnya dan mengambil sebuah buku kecil untuk mencatat apa-apa saja yang terjadi selama klub itu berdiri, “Jumlah anggota minggu ini mencapai 529 anggota, 0 anggota yang keluar, dan..” tiba-tiba saja Johan menyela.
            “Hey!!Ada sekelebat ide tertangkap di otakku, guys!”

            “Apaan sih?!” Tanya wanita berkacamata itu sedikit sebal karena pembicaraannya dipotong.
            “Gimana kalau kita memanfaatkan jejaring sosial di internet untuk mengiklankan klub kita ini, biar anggota klub kita semakin bertambah! Dan tentu saja, semakin banyak anggota, semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan bagi kehidupan. Setuju, nggak?”

            “Betul juga! Kenapa gak kepikiran sedari dulu, ya!”

            “Kalau gitu, aku ambilin laptopku dulu, ya!”

            Kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil. Dalam seminggu, grup mereka di jejaring sosial seperi facebook, twitter, dan lain sebagainya beranggotakan 1000 orang. Akhirnya, saat liburan, mereka bertiga membuat acara perkumpulan anggota klub LET’S GO GREEN di Alon-Alon kota. Setelah semua berkumpul, anggota klub di bagi menjadi 3 kelompok. Hasan, Johan, & Siska memberikan masing-masing penyuluhan di tiap kelompok. Mereka sudah sangat fasih menyampaikan penyuluhan tersebut. Tapi, saat semua kelelahan, anggota klub yang berasal dari kota-kota lain mengeluh karena tidak adanya konsumsi. Kebingungan juga tiga sekawan itu harus berbuat apa. Tidak mungkin jika semua konsumsi ditanggung mereka bertiga, karena jumlah anggota yang datang sebanyak 110 orang! Setelah semua anggota klub kecapekan, tanpa disadari ada seseorang yang muncul tiba-tiba.
            “Aku bangga denga kalian, anak-anakku.” Semuapun menoleh ke arahnya begitu juga Hasan, Johan, dan Siska.

            “P..p…pa-pa..Pak Walikota!”Johan yang pertama kali berseru dengan terbata-bata.

            “Setelah diberitahu ada keramaian apa di Alon-Alon Kota, akhirnya sayapun ikut melihat. Sungguh kegiatan yang begitu mulia yang mampu dikerjakan oleh para siswa SMP seperti kalian. Beberapa saat setelah itu, saya akhirnya memutuskan untuk memberikan kalian..ehm, semacam pengganjal perut, agar tidak terlalu lapar.”

            “Kami…kami akan menerimanya dengan senang hati, Pak!” Johan menjawab. Semuapun tertawa. Tanpa panjang-lebar lagi, Pak Walikota bersama para pengawalnya memberikan sekardus makanan ringan dan minuman gelas.

            Beberapa menit kemudian setelah istirahat, Pak Walikota berniat untuk berbicara kepada Hasan.

            “Hey, nak. Siapa namamu?“

            Dengan kagetnya, Hasan langsung membenarkan posisi duduknya. “Eh, saya Hasan, Pak. Eka Surya Hasan.”

            “Apakah kamu ketua dari grup yang Hasan buat ini?”

            “Ehm, bisa dibilang begitu Pak.”

            “Rencananya, kami ingin mengundangmu untuk bepidato dalam acara rapat penghijauan kota untuk mempresentasikan bagaimana kalian bisa membuat grup ini dari awal hingga sampai pada saat ini. Mungkin ini juga bisa membantu perkembangan grup kalian ini.” Pak Walikota tersenyum.

            Hasanpun tak bisa berkata apa-apa. Sungguh ajaibnya Hasan bisa berada disina, bertemu Pak Walikota, dan diundang dalam rapatnya! Tapi, Hasan tetap berusaha tenang.

            “Bolehkah saya mengajak teman saya yang ada disana?” Sambil saya menunjuk Johan dan Siska. Pak Walikota hanya mengangguk.

            “Rapat itu akan dilaksanakan 3 hari lagi. Jadi persiapkan dirimu dan teman-temanmu sebaik mungkin, ya! Bapak tinggal dulu.” Akhirnya Pak Walikota menutup pembicaraan dan pergi. Setelah itu, Hasan langsung memanggil teman-temannya dan menceritakan semuanya. Johan dan Siska juga merasakan kekagetan yang dirasakan Hasan. Tapi mau apalagi, nasi sudah menjadi bubur. Yang ada hanyalah mereka harus mempersiapkan apa yang perlu digunakan saat presentasi, hanya dalam waktu 3 hari.





            “Terima kasih untuk semuanya, yang pertama bagi ibu saya, yang telah membimbing saya dari kecil untuk menjadi anak yang cinta lingkungan seperti sekarang, adik saya yang telah menghibur saya, teman-teman saya, Johan dan Siska, yang telah mendukung saya membuat grup LET’S GO GREEN ini, dan semua yang bisa membuat saya seperti ini. Sebelum saya menutup acara ini, saya ingin kalian bisa sadar, bahwa lingkungan adalah tempat anda bisa melakukan aktivitas di dunia ini. Jika lingkungan ini rusak, maka pastilah aktivitas anda juga akan terganggu. Maka, di setiap Anda mempunyai kesempatan bersihkanlah, hijaukanlah, dan asrikanla lingkungan sekitar Anda, dan itu akan berguna bagi masa depan Anda, dan masa depan semua makhluk hidup di dunia ini. LET’S GO GREEN!” setelah itu tepuk tangan yang meriah memenuhi ruangan. Ibu Hasan menangis terharu melihat Hasan yang masih berumur 13 tahun mampu berpidato di depan Bapak Walikota. Johan dan Siska juga tak kalah meriah bertepuk tangan di samping Hasan. Pak Walikota hanya tersenyum dan tepuk tangan. Guru-guru Hasanpun juga hadir dan tepuk tangan yang sangat meriah. Setelah turun dari panggung Hasan langusng memeluk ibunya.

            “Bu, ini semua kupersembahkan hanya untuk, Ibu. Hanya untuk Ibu.”

            “Semoga Bapakmu juga dapat bangga diatas sana, San.”

          Kamipun menangis bersama dalam pelukan. Tepuk tangan masih tetap meriah terdengar oleh Hasan. Bermula dari mencintai lingkungan, dan berakhir dengan tetap mencintai lingkungan. Lingkungan yang bersih juga dapat membuat hati, jiwa, dan pikiran kita menjadi bersih.
           
~SELESAI~

»»  READ MORE...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...