Cerita yang ke-3...SELAMAT MEMBACA!!!
Pagi hari di suatu sekolah,
masa-masa pembelajaran telah dimulai. Terlihat di depan gerbang 2 siswa dan
siswi sedang berlari menuju kelasnya. Steven, anak berumur 17 tahun yang cukup
terkenal di SMA Cipta Jaya berlari bersama Winda, yang juga berumur 17 tahun,
tetapi anaknya sangat pendiam. Setibanya mereka di kelas, mereka ditertawakan
semua temannya di kelas. Bu Jihan, guru Kimia yang sedang mengajar di kelasnya,
hanya bisa menggelengkan kepala, “Terlambat kok setengah jam! Sekarang kalian
saya hukum, hormat bendera 30 menit! Cepat!” Dalam riuh penuh tawa, Steven dan
Winda hanya bisa diam dan menunduk. Winda sudah terbiasa dengan keadaan seperti
itu.
Saat Steven dan Winda hormat di
tengah lapangan, Steven mulai angkat bicara.
“Ehm…pagi, Win!” Sungguh kagetnya
Winda yang pendiam disapa oleh Steven yang terkenal di sekolah. Dengan gugup
dia menjawab, “Pagi..”
“Kamu tahu nggak, aku sering
perhatiin kamu lho di kelas. Tingkahmu lucu!” Sambil tetap hormat pada bendera.
Winda tak tahu apakah itu memuji
atau mengejek, tapi pandangannya tetap ke arah bendera.
“Ma..makasih!”
“Kamu mau kan, nanti malan aku ajak
jalan-jalan?”
“Ehm…Maksud kamu?!”
“Iya, aku itu..ehm, aku…aku suka
sama kamu.”
Begitu kagetnya Winda, sampai-sampai
Steven menunggu lama jawaban dari Winda.
“Win..Winda??Win?”
“Eh..oh..ehm, apa?” Winda tetap
mengarahkan pandangannya di depan tiang bendera sambil tubuhnya bergetar.
“Kamu mau kan nanti malem jalan sama
aku, Win?”
“Mau” dengan cepatnya Winda
menjawab. Apa yang sudah aku katakan, aku
mungkin hanya akan dipermalukan olehnya. Aku hanya dipermainkan. Memang aku
anak yang cukup pendiam, tapi aku bisa melihat orang itu jujur atau tidak,
pikir Winda. Saat Winda mulai tenang, dia balik bertanya pada Steven.
“Stev, kamu sungguh-sungguh kan
mengajakku jalan nanti malam?”
“Ya jelas dong, Win. Kenapa kamu
bertanya sep..” jawaban Steven terpotong dan langsung disahut oleh Winda.
“Dan satu lagi, kenapa kamu bisa
suka sama aku?”
“Aku sudah yakin kau pasti akan
menanyakannya.. Tunggulah jawabannya esok hari, dan kamu pasti akan
mengetahuinya sendiri.”
Dan mereka pun dalam
keadaan terdiam, sampai hormat kepada bendera telah usai.
Matahari sudah mulai turun. Langit
berwarna kekuningan berganti menjadi gelap gulita. Suasana malam telah menunggu
Winda untuk bersiap diri. Winda masih kebingungan apa yang harus dia lakukan.
Winda masih tetap takut dengan bayangannya sendiri. Dia takut jika nanti dia
hanya dipermalukan oleh Steven. Tapi dari tatapan Steven yang sempat Winda
lirik saat mereka dihukum, adalah tatapan yang sangat tulus.
Tapi sekarang, adalah saat-saat yang
paling mendebarka yang pernah Winda rasakan. Winda belum sempat menceritakan
semua itu pada orang tuanya. Akhirnya, Winda putuskan untuk membatalkan rencana
malam itu. Dia langsung mengambil handphone-nya
dan mengetik SMS pada Steven. Dan SMS-nya telah terkirim. Beberapa menit
kemudian, ada balasan masuk dari Steven. Winda langsung membukanya “Memang sulit untuk kamu mempercayai orang
sepertiku. Tapi aku tetap akan menunggumu…” Agak sedikit lega Winda membaca
SMS itu. Tapi setelah membaca kalimat kedua, jantung Winda bedetak dengan
kencang. Apa yang Steven sukai dari sosok
seperti aku, Tanya Winda dalam hati. Tanpa berpikir panjang lagi, Winda
langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dan berusaha melupakan
hal-hal yang telah terjadi. Saat dia bersama Steven.
5
tahun kemudian…
TIT-TIT….TIT-TIT
Bunyi pesan masuk berbunyi. Winda
langsung merogoh sakunya dan melihat isi pesan masuk tersebut. Isinya tetap sama,
“Win, maukan kamu nanti malam jalan sama
aku?” bertanda Steven. Cukup risih sebenarnya Winda saat menerima SMS
tersebut dari Steven. Memang sudah lama mereka tidak pernah saling bertemu. Dan
saat Steven mengirim SMS itu, Winda selalu menolaknya dengan alasan dia masih
belum siap. Balasan dari Steven masih tetap sama, “Memang sulit untuk kamu mempercayai orang sepertiku. Tapi aku tetap
akan menunggumu…”
Tapi akhir-akhir ini, dia sudah
ganti nomor telepon tiga kali. Tapi tetap saja Steven masih bisa mengetahui
nomor teleponnya, entah dari mana dia bisa mengetahuinya. Setiap pagi hari
Steven selalu mengirim SMS itu kepada Winda. Karena Winda sudah mulai risih,
akhirnya dia tidak menjawab SMS itu. Tiba-tiba seseorang mengagetkan Winda dari
belakang.
“Hai, Win. Lagi sms-an sama siapa,
tuh?” Indah, teman kuliah Winda.
“Nggak, bukan siapa-siapa kok.”
“Halah, tetap dari si Steven itu
kan?”
“Iya,” akhirnya Winda jujur.
“Mendingan kamu terima aja
permintaannya, jarang banget lho ada
orang yang masih setia sama temennya selama 5 tahun! Nggak ada malahan.”
Mendengar kata ‘setia’, Winda
langsung merasakan waktu berhenti. Benar
juga kata Indah, mengapa Steven masih menungguku sampai selama ini? Apakah benar dia setia sama aku, kata
Winda dalam hati. Akhirnya, Winda langsung menjawab SMS dari Steven, “Oke, aku tunggu kamu di depan rumahku
setelah waktu Maghrib.” Terkirimlah SMS dari Winda tersebut.
Malam pun tiba. Suara klakson mobil
tedengar 2 kali. Winda melihat dari jendela kamarnya. Semoga ini bisa berakhir dengan baik, harap Winda. Setelah
berpamitan dengan orang tuanya, Winda langsung keluar rumah dan menghampiri
mobil Steven.
“Duduklah di depan.” pinta Steven.
“Nggak, ah. Aku mau duduk di
belakang.” kata Winda datar.
“Kenapa aku nggak boleh masuk ke
rumahmu?”
“Orang tuaku melarangmu masuk ke
rumahku” kata Winda berbohong. Tanpa basa-basi Winda langsung membuka pintu
mobil bagian belakang. Dalam perjalanan mereka hanya diam satu sama lain.
Akhirnya, Winda langsung membuka pembicaraan.
“Ehm, kita mau ke mana?”
“Sebentar lagi sampai kok” Akhirnya,
Steven memarkirkan mobilnya di sebuah restoran yang cukup besar. Di sana,
Steven sudah memesan 2 tempat duduk dan 1 meja. Seteah memesan makanan,
akhirnya Steven mulai bicara.
“Win, kamu masih ingat gak, saat
kita dihukum hormat bendera?” Tanya Steven agak santai.
“Ingat. Saat itu kamu bilang kalau
kamu suka sama aku, kan?” Winda juga bisa mengikuti arah pembicaraan Steven.
“Perasaan itu masih ada sampai
sekarang, Win.”
Winda akhirnya tidak bisa menjawab. Beribu pertanyaan muncul di benak Winda. Hanya 1 pertanyaan yang bisa terlontar dari mulutnya.
Winda akhirnya tidak bisa menjawab. Beribu pertanyaan muncul di benak Winda. Hanya 1 pertanyaan yang bisa terlontar dari mulutnya.
“Aku dulu orangnya pendiam banget,
sedangkan kamu siswa yang cukup terkenal di SMA kita dulu. Bagiku, kamu adalah
orang yang sempurna, bisa mempunyai segalanya, apapun permintaanmu, pasti akan
terkabul. Tapi kenapa, kenapa kamu bisa memilih orang yang, justru gak bisa
berharap untuk memilikimu!?” karena restoran di sana masih sepi, nada bicara
Winda sedikit meninggi.
“Itulah yang ingin aku jawab. Dulu
kau pernah bertanya, kenapa aku bisa suka sama kamu? Kadangkala saat kita
mencari kesempurnaan, yang kita dapat kemudian kekecewaan. Tetapi kala kita
siap dengan kekurangan, maka segala sesuatunya akan terasa istimewa….Itulah
yang aku rasakan saat bersamamu, Win.”
Saat
itu Winda ingin menitikkan air matanya. Steven telah menumbuhkan ketulusan
cintanya pada Winda. Dan di saat itulah Winda menerima ketulusan cinta Steven
dengan sangat ikhlas. Malam yang paling berharga yang pernah Winda rasakan,
yang ingin diucapkan oleh Steven 5 tahun yang lalu, karena Winda mengira Steven
hanya ingin mempermainkannya. Tetapi Winda salah besar, bahwa arti dari
Kesempurnaan itu bukanlah mencari yang lebih sempurna, tetapi arti dari
Kesempurnaan yang benar adalah kekurangan seseorang dilengkapi dengan kelebihan
seseorang, maka pasangan itu adalah Kesempurnaan yang paling sempurna, dan
kesempurnaan itu akan abadi untuk selamanya.
~SELESAI~